![]() |
Ilustrasi; google |
Doa dari Pulau Batu
Bapa kami yang di sorga
diamkan ribut perut kami hari ini
beri kami rezeki sekerat ubi
kirim kami nasib secangkir tuak
wariskan kami hewan sekandang
limpahkan kami panen selumbung
Oh, jangan tunda, Bapa, jangan berlambat
kemarau sedang menertawakan derita kami
terik panas sedang memanggang harap kami
tangis kami sudah mengering
pun madah kami telah sayup
Lumbung kami sudah kosong
lontar kami hampir mati
hewan kami tinggal seekor
Lawatilah kami dengan limpah berkatMu
jatuhkan suburmu di celah batu-batu pulau kami
biarkan lapar kami terkunyah kenyang
biarkan haus kami menegak dahaga
hingga bibir kami mengukir syukur
Dengarkan kami, Bapa,
pulau batu ini tengah hamil sejuta kehidupan
Amin...
Malang, februari 2020
Ibu
Di jantung malam
tangisnya terkapar di tengah belukar
Duri menusuk rusuk
membuatnya menjerit berderit-derit
"Mengapa aku terlempar
dalam gelap yang subur?
tungkai tulangku tak mampu menopang rasa hati
hening dada tak mampu jinakan gemuruh batin
Aku takut sendiri terbujur
dalam belukar yang kabur,"
pekiknya di jantung malam
Hari mengayunkan langkah
pun angka kalender terus luruh
tapi syairnya setia melenguh
"Aku butuh kau menepis duri belukar
karena aku terlunta
pada detak waktu yang kian nanar
Aku butuh kau membesuk sunyi
karena tak mampu aku
berdiam dalam hening yang perih
aku butuh kau
Aku butuh kau, ibu!"
lagi pekiknya penuh harap
di jantung malam..
Malang, Februari 2020
Oleh: Anno Rebon, SMM
Penulis adalah Mahasiswa semester III, STFT Widya Sasana Malang, tinggal di Seminari Tinggi Montfort (Pondok Kebijaksanaan Malang)