Hari berawan pekat, cahya merana,
air mata menetes, tubuh menggigil ketakutan,
suara bergetar gemetar
tombak beruncing, tajam,
tali dibalut paku, serem,
itulah tragedi menghantam Dia yang tak berdosa....
Namun sebelum tubuh kringat bercampur darah,
terdengar suara;
biarlah piala ini berlalu dari padaKu
Iklim cerah menjauh, situasi pun tak berpihak,
Dia ditangkap, diseret-seret sambil dihina,
dicemooh, diolok-olok atas nama politik kekuasaan
Cambuk bergerak tak bertuan
pedang menajam tak dibalas,
dia terkapar, lelah, dengan wajah sendu,
namun tatapan sang Ibu meneduh, menenang,
meneguhkan.
Dia nampak kuat, tangguh meski
tangan kasar memahkotai kepalaNya dengan duri, lalu
menampar pipi lesung.
Dia hanya pasrah,
pasrah bukan karena keAllahanNya lari terbirit-birit,
sebab piala itu dibiarkanNya berlalu dengan cinta.....
Kayu Palang
Kayu palang menghantam pundak,
betapa berat beban, dosa manusia,
namun Dia memikulnya hingga golgota menjadi saksi bisu, dan
maut menjemputNya
Maut tak bersahabat,
sungguh tak bersahabat....
Dia yang tak berdosa,
meregang nyawa seusai
suara nyaring sampai ke pori-pori langit
ya, Bapa, mengapa Kau tinggalkanKu
kata-kataNya terdengar di balik riuh riang para serdadu
dan lembut di kesunyian senja
lalu, selesai sudah....
Air Mata Ibu Di Tengah Rinai Hujan
Entah mengapa...
seorang serdadu menusuk tubuhNya dengan pedang....
entah mengapa...
air lambung bagai pancuran
memerciki wajahNya
saat itu pun dia tahu kalau Dia, Tuhan
lalu dengan sadar,
dia berlutut dan bertelut di bawah kakiNya
seraya berkata
Dia tak bersalah....
Dia tak berdosa...
Serdadu lekas malu dibalut awan pekat,
sadar di depan Sang Dewi, ibuNya,
yang sedang lelah karna tak mampu menghitung titik air mata
saat rinai hujan senja
Serdadu itu sungguh malu,
malu karna dosa menyetir nuraninya
Sang Ibunda merasa kehilangan
sebab hatinya remuk redam
dia bingung dalam kelelahan
Mengapa ini terjadi Tuhan....
tak ada jawaban,
hanya kilat mengkilat, tirai bait suci terbelah,
guntur mengguntur, senja diliputi gelap gulita,
hujah menderas seolah-olah bersahutan dengan
derai air mata
IbuNya hanya pasrah,
terjadilah padaku menurut perkataanMu
Dia Tidak Ada Di Sini
Tiba hari kebangkitanNya,
para murid menghampiri, namun
kubur kosong, tanda Dia tiada di sini,
Dia sudah bangkit
pakaiannya putih berkilau
tubuhnya berbinar,
bersinar di antara gelapnya malam gelisah
Dia bangkit nan jaya
gagah memesona
dan aku pun percaya,
Dia Allah yang Hidup
Oleh: Nasarius Fidin