![]() |
Semoga Bukan Kandang Pemabuk! |
Semoga Bukan Kandang Pemabuk! - Dulu sekali, saya mengagumi kreasi umat Katolik menjelang perayaan Natal. Mereka membangun pondok-pondok kecil di pinggir jalan, lalu dihiasi hiasan-hiasan yang bervariasi hasil karya tangan-tangan kreatif. Lalu lampu-lampu kelap-kelip bak bintang gemerlap menjalar dari atas ke bawah, meliuk di pohon jadi-jadian yang berbentuk krucut. Lampu berwarna itu menambah pesona eksotis dan romantis. Saya melihat kunang-kunang dan bintang-bintang meliuk-liuk di dinding dan atap pondok/kandang. Pokoknya, penuh kreasi dan tentu indah dipandang bukan sebelah mata.
Saya membayangkan Bayi Yesus terbaring di dalam pondok-pondok itu. Sederhana katanya tapi meriah kesannya. Sampai pernah saya bilang kepada beberapa umatku yang sangat dekat: "ini bukan kandang lagi, melainkan pondok indah". Yesus lahir di Pondok Indah?
Saya pernah melakukan sidak tengah malam dengan sepeda motor butut tanpa cahaya lampu. Maksudnya untuk sekedar cuci mata, menghilangkan penat oleh lelah kunjungan adventus naik turun gunung, membelah lumpur. Maklum, pesta Natal umumnya identik dengan hujan. Kunjungan ke lingkungan di gunung artinya berperang dengan hujan dan lumpur.
Mata memang dicuci dengan cahaya-cahaya lampu yang indah. Namun boro-boro melihat bayi Yesus yang terbaring, kepala malah dibuat geleng-geleng; namun bukan berdecak kagum tapi karena bingung dan tak percaya. Mengapa? Di beberapa pondok yang mereka sebut kandang natal ada bunyi musik dugem dipadu suara gelas sloki yang beradu dengan botol "tuak". Suka cita ada! Tentu! Namun suka cita bukan karena tangisan bayi yang baru lahir melainkan suka cita karena kuasa "air kata-kata" yang sudah merambat sampai saraf. Banyak yang mabuk di pondok indah yang mereka sebut tanpa beban: "kandang natal". Mabuk di kandang natal.
Sejak malam itu, penilaianku sudah mulai miring; dari pujian berubah menjadi sindiran. Karena kita merayakan Natal di tengah budaya ketimuran, maka kita pun menerima Yesus yang lahir dengan mabuk-mabukan. Saat saya sampaikan itu, banyak orang yang tertawa, tapi ada juga yang garuk kepala karena kena di hati dan malu sendiri.
Saya pulang ke rumah, masuk ke gereja sebentar lalu menutup pintunya. Saya masuk kamar dengan keluh dan kesah. Pertanyaan kecil berkecamuk di kepala: "Yesus, apakah Engkau bahagia ketika kami merayakan kelahiranmu dengan mabuk-mabukan"?
Saya tidak tahu isi hati Yesus. Saya pun tidak berani menghakimi mereka yang mabuk. Lalu saya teringat sedikit tentang isi Kitab Suci. Yesus sangat sering berbicara tentang anggur. Lalu saya menghibur diri dengan pikiran liar seliar-liarnya. Barangkali saat Yesus lahir dan para malaikat bernyanyi, saat itu para gembala sedang duduk melingkar dengan botol anggur dan gelas sloki sudah miring. Artinya, para gembala sudah pada mabuk. Barang kali, ketika ketiga orang majus dari Timur itu datang dan singgah di rumah Herodes, mereka disuguhi anggur sampai jalan sempoyongan.
Malam itu saya tidur nyenyak seperti orang mabuk. Yah, saya mabuk karena sempat menenggak beberapa teguk wisky red label hadiah dari umat. "Pater, ini hadiah Natal! Sebotol Red Label dan seekor ayam pedaging. Dan malam itu, 23 Desember saya minum panjar beberapa teguk sebelum Hari H (hari puncak Natal).
Pagi, 24 Desember tahun itu, saya bangun pagi dengan linglung. Saya membuat satu pengumuman lewat toa, "umat sekalian, tolong jaga kehikmatan Natal dengan menghindari mabuk-mabukan". Dalam hati saya tambahkan, boleh minum tapi harus undang saya.
Jujur! Saya kesal! Saya kalang-kalang kabut! Bagaimana mungkin mereka mendirikan "kandang natal" tapi di situ mereka mabuk-mabukan? Memalukan.
Tahun berikutnya, secara resmi saya umumkan agar tidak perlu membangun kandang natal di pinggir jalan. Jika masih mau bangun kandang natal, bangunlah di rumah ibadah atau rumah keluarga. Biarkan Yesus lahir lebih tenang di rumah, bukan di pondok indah yang dipaksa baptis menjadi kandang natal.
Itu Terjadi di Sekian Purnama Berlalu
Tahun ini, perayaan Natal ada lagi seperti tahun-tahun sebelumnya. Kulihat di pinggir jalan sudah dibangun pondok indah. Mereka bilang, itu kandang natal. Saya bergeming. Lalu saya bergumam sendiri: Harapannya: "Semoga benar kandang Natal, bukan kandan yang melahirkan pemabuk! Malu......
Ada Kisah Di Negeri Dongeng
Orang bermabuk-mabukan di kandang Natal, lalu adu jotos dan berdarah-darah. Natal yang aslinya untuk suka cita, berubah menjadi pesta tumpah darah. Malu kan? Itu karena posisi otak hijrah: dari kepala ke deng*ul.
Oleh: Pater Wendly Marot, SVD