News Breaking
Live
wb_sunny

Breaking News

Api Semangat (Akademik) di Loyola

Oleh: Sil Joni*


Api Semangat (Akademik) di Loyola
Api Semangat (Akademik) di Loyola (foto ist.)




St. Ignatius Loyola adalah seorang 'imam Katolik' yang dikenal luas sebagai pendiri Serikat Yesus, Jesuit (SJ). Biasanya, nama orang kudus ini dijadikan 'pelindung' bagi institusi atau lembaga pendidikan yang dikelola oleh imam-imam Jesuit.


Namun, entah bagaimana ceritanya, sebuah Sekolah Menengah Atas (SMA) pertama di ujung Barat Nusa Bunga menggunakan nama eks prajurit Spanyol itu, menjadi 'nama sekolah'. Tentu, sangat menarik untuk 'menggeledah' riwayat pemberian nama itu, mengingat SMAK St. Ignatius Loyola, pada awalnya hasil prakarsa dan kerja keras dari sejumlah 'awam Katolik' di Labuan Bajo.


Sekolah-sekolah yang dikelola oleh para imam Jesuit, umumnya memiliki citra dan reputasi yang bagus. Mereka berhasil merebut perhatian publik melalui kualitas layanan dan atmosfer pendidikan yang teruji. Spirit 'latihan rohani' St. Ignatius, mungkin diadopsi ke dalam sistem pengelolaan pendidikan. Dengan perkataan lain, api semangat rohani Ignasius diganti menjadi 'api semangat akademik' yang dihidupkan secara serius pada pelbagai lembaga Jesuit tersebut.


Lalu, apakah para inisiator dan pengelola SMAK St. Ignatius Loyola, kala itu, benar-benar merenungkan 'spirit ignasian' dan berusaha menjabarkan 'semangat hidup St. Ignatius' dalam bidang pengembangan sumber daya manusia di Loyola? Benarkah para perintis itu sungguh mendalami dan memahami 'riwayat hidup St. Ignatius'? Apakah ada seorang imam Jesuit atau sekurang-kurangnya, pernah tinggal dalam lingkungan Jesuit, yang membuka jalan agar sekolah itu berada di bawah 'panji spirit St. Ignatius?


Pertanyaan ini semakin relevan ketika dihubungkan dengan fakta sejarah bahwa beberapa tahun pasca-berdirinya lembaga itu, komunitas Serikat Sabda Allah (SVD), mendapat kesempatan penuh untuk menjadi 'pengelola'. Mengapa bukan nama Arnoldus Yansen  atau Yosef Freinademetz, dua 'nama tenar' dalam kongregasi itu untuk dijadikan 'pelindung'? Belakangan, dalam kompleks Loyola, didirikan juga sebuah SMP dengan nama SMPK St. Arnoldus Yansen.


Setelah ditelusuri, ternyata kata ignatius berarti 'api semangat'. Api semangat itu 'menyala' dalam perilaku harian dari St. Ignatius Loyola itu. Seluruh hidupnya dipersembahkan untuk kemuliaan nama Tuhan. Motto hidup St. Ignatius adalah 'Ad Maiorem Dei Gloriam (Demi kemuliaan Tuhan yang lebih besar). Saya kira, ungkapan ini juga dipakai sebagai 'motto' dari sekolah-sekolah dengan nama pelindung St. Ignatius, termasuk SMAK St. Ignatius Loyola Labuan Bajo.


Saya masih ingat, Juli 1996, ketika menginjakkan kaki pertama kali di Loyola, 'saya rada bingung' membaca singkatan AMDG yang terpampang pada lengan  baju Yayasan (Kunih-Putih) di bagian kiri. Jawaban dari kakak kelas bahwa itu kepanjangan dari Ad Maiorem Dei Gloriam, tidak membuat 'kebingungan' saya, berkurang. Saya semakin tidak mengerti dengan 'ungkapan dalam bahasa Latin' itu.


Berutung, di seminari ada pelajaran Bahasa Latin. Setelah sekian tahun bergaul dengan bahasa Latin, akhirnya saya paham bahwa ungkapan itu merupakan 'semboyan hidup dari pelindung sekolah, St. Ignatius Loyola' yang berarti "Demi kemuliaan Allah yang lebih besar". Secara keseluruhan ungkapan itu berbunyi: Ad Maiorem Dei Gloriam, Inque Hominum Salutem (Demi kemuliaan Allah yang lebih besar dan keselamatan seluruh umat manusia).


Motto hidup St. Ignatius ini sepertinya menginspirasi para pendidik di Loyola untuk 'menyalakan api semangat akademik' secara kreatif dan progresif. Tentu, tujuannya adalah bukan untuk 'membesarkan dan mengharumkan nama lembaga saja, tetapi yang paling utama adalah mengagungkan 'nama Allah'. Kemuliaan nama Allah itu akan tampak dari banyaknya 'umat manusia di wilayah Barat Nusa Bunga' yang selamat dari kegelapan kebodohan dan keterbelakangan. Api semangat akademik dari Loyola telah menjalar dan menerangi sudut-sudut Kabupaten Mabar melalui performa para alumninya.


Misi 'memuliakan nama Allah dan menyelamatkan manusia' hanya mungkin terwujud jika dan hanya jika 'api semangat akdemik' itu tidak redup dan bahkan padam. Karena itu, tidak heran jika sisi kualitas akademik para siswa sangat diperhatikan di Loyola. Saya kira, capaian akademik yang relatif menonjol ini bisa menjadi semacam 'pembeda' antara Loyola dengan sekolah-sekolah lainnya di wilayah ini. Sampai hari ini, prestasi akademik anak-anak Loyola selalu stabil.


Sejauh yang saya tahu, iklim kebebasan akademik ‘dipupuk’ dengan sangat baik di SMAK St. Ignatius Loyola. Para siswa diberi ‘ruang dan kesempatan’ yang lebar untuk mengekspresikan pelbagai ide cerdas dan berkualitas, termasuk mengkritik perilaku guru dan ‘menggunting’ gagasan yang berasal dari guru. Para siswa ‘tak sungkan’ untuk ‘tidak sependapat’ dengan para guru. Cuaca Pendidikan yang demokratis cukup terasa. Itu salah satu alasan mengapa ‘para alumni, seperti saya’, selalu terkenang Loyola.


Loyola telah menyiapkan 'fundasi akademik' yang memungkinkan para alumninya 'jatuh cinta' dengan kultur akademik itu. Jangan lupa bahwa dulu 'kegiatan akademi' berupa seminar yang dipresentasikan oleh siswa hampir dilaksanakan setiap bulan. "Baku kritik" dan berduel secara intelektual pasti tersaji dalam ajang semacam itu. Tegasnya Loyola adalah ladang yang subur dalam menumbuhkan tunas-tunas ilmiah yang siap berkarya di berbagai bidang kehidupan.


Sayang sekali, saya termasuk siswa yang 'gagal mengisap susu dan madu akademik' yang lezat itu. Saya terlalu terfokus pada mengejar 'nilai tinggi' agar tetap bertahan di Seminari. Secara jujur saya akui bahwa saya 'tidak pernah menulis' satu tulisan resmi yang dipublikasikan di Mading OSIS maupun Mading Seminari.


Boleh dibilang, saya amat 'telat' menekuni dunia literasi. Terus terang, di SMAK St. Ignatius Loyola dulu, saya jarang, untuk tidak dibilang 'tidak pernah' membaca buku-buku bermutu baik fiksi maupun non fiksi. Saya hanya meraba sekenanya 'beberapa textbook' dan catatan yang diberikan oleh guru. Tradisi akademik yang bagus di Loyola seolah kurang konek dengan orientasi belajar saya waktu itu.


Kendati demikian, saya tetap 'bersyukur' pernah membentuk dan dibentuk oleh lembaga ini. Apa yang saya torehkan saat ini, meski mungkin sangat sederhana, tentu tidak terlepas dari kontribusi positif Loyola dalam memancarkan pesona akademik itu.


Berharap, dengan berbekalkan kecakapan akademik itu, para alumni bisa memanifestasikan semangat hidup St. Ignatius untuk memuliakan nama Tuhan dan menyelamatkan umat manusia. Keselamatan jiwa (rohani) menjadi tanggung jawab dari para alumni yang menjadi pastor. Sedangkan, keselamatan politis, menjadi tugas dari kader awam yang berkualitas. SMAK St. Ignatius telah menghasilkan ribuan alumni, baik yang meniti jalur panggilan khusus maupun yang menjalani panggilan umum. Mereka berkarya dalam rupa-rupa bidang pelayanan.




*Penulis adalah alumni SMAK St. Ignatius Loyola Labuan Bajo. Tamat tahun 1999.