News Breaking
Live
wb_sunny

Breaking News

Tidak Sekadar Tempat Menyimpan dan Membaca Buku (Refleksi Acara Peresmian Gedung Perpustakaan Daerah)

Oleh: Sil Joni*


Tidak Sekadar Tempat Menyimpan dan Membaca Buku (Refleksi Acara Peresmian Gedung Perpustakaan Daerah)
Tidak Sekadar Tempat Menyimpan dan Membaca Buku (Refleksi Acara Peresmian Gedung Perpustakaan Daerah) (Dok.: Sil Joni)




Cuaca relatif bersahabat pada saat acara seremonial dan talk show dalam rangka memaknai peristiwa peresmian gedung perpustakaan daerah Manggarai Barat (Mabar) hari ini, Rabu (15/2/2023). Rupanya, semesta sangat paham dan tahu apa yang sedang dirasakan dan dibutuhkan oleh segenap peserta yang hadir dalam acara itu.


Gedung perpustakaan berlantai tiga yang berdiri anggun dan elegan di jln. Gang Bank NTT itu, dalam arti tertentu bisa dibaca sebagai salah satu capaian fenomenal dari rezim Edi-Weng. Setidaknya, entah bagaimana prosesnya, sehingga ketika rezim ini berkuasa, rencana menghadirkan gedung perpustakaan yang representatif, bisa dieksekusi dengan baik.


Tetapi, apa arti sebuah gedung (house) jika tidak dimanfaatkan dengan maksimal? Karena itu, sebetulnya, bukan 'gedung' yang dijadikan patokan dalam mengajarkan budaya baca-tulis, tetapi 'aktivitas apa' yang akan dibuat untuk memaknai kehadiran bangunan itu.


Beruntung bahwa Dinas Kearsipan dan Perpustakaan merancang acara peresmian gedung ini secara proporsional. Bukan hanya ritual seremonial yang ditonjolkan, tetapi juga sebuah diskusi tentang peningkatan kultur literasi dalam kaitannya dengan peningkatan kesejahteraan publik, ditata dengan baik. Setidaknya, dalam dan melalui talk show (bincang-bincang soal literasi), kita hendak bertolak ke tempat yang lebih dalam (duc in altum).


Energi atensi peserta tidak hanya tersedot untuk urusan seremonial yang bersifat temporal, tetapi juga berusaha menggali hal-hal substansial bagaimana semestinya publik memberi arti terhadap keberadaan gedung perpustakaan yang baru itu.


Oleh sebab itu, mesti ada 'revolusi' cara berpikir tentang signifikansi keberadaan sebuah gedung perpustakaan. Bahwasannya, gedung itu tidak hanya dilihat sebagai tempat menyimpan, mengoleksi, dan membaca pustaka. Perpustakaan mesti dimaknai sebagai 'pusat keunggulan (center of excellence). Artinya, publik harus memanfaatkan tempat itu sebagai 'sarana mentransformasikan' diri.


Menarik bahwa pola pelayanan perpustakaan saat ini telah mengalami perubahan. Konsep layanan berbasis inklusi sosial, diterapkan secara kreatif dan konsisten. Intensi utama dalam pelayanan inklusif ini adalah meningkatkan kualitas kesejahteraan publik. Perpustakaan yang menjangkau dan melayani kebutuhan masyarakat, menjadi garansi terwujudnya mimpi perbaikan mutu kemaslahatan publik itu.


Guna mengoptimalkan 'sisi plus' dari eksistensi bangunan megah itu, Kepala Dinas (Kadis)  Kearsipan dan Perpustakaan, Agustinus Rinus, dalam sambutannya pada acara peresmian gedung itu, Rabu (15/2/2023) menegaskan bahwa perpustakaan Daerah Mabar bakal didesain menjadi destinasi wisata literasi. Itu berarti lingkungan perpustakaan tersebut akan ditata semenarik mungkin agar semakin banyak warga yang menjalankan aktivitas baca-tulis sambil menikmati 'sensasi keindahan dan eksotisme' dari tempat itu.


Hal senada juga disampaikan oleh Bupati Mabar, Edistasius Endi. Pemerintah Daerah (Pemda) coba 'menyulap' tempat itu menjadi sebuah 'spot wisata edukasi'. Untuk itu, fasilitas dan penataannya akan dibenahi secara serius. Selain itu, pelbagai kegiatan promosi dan kampanye terkait keberadaan perpustakaan dan bagaimana semestinya memanfaatkan gedung itu, digalakkan secara progresif.


Ada semacam optimisme bahwa kehadiran gedung yang mewah itu, bisa mendongkrak indeks pembangunan literasi di Mabar. Jika budaya literasi sudah mengakar, maka itu menjadi modal dan jaminan tercapainya ideal peningkatan kesejahteraan masyarakat Mabar.


Pelbagai riset menunjukkan bahwa negara dengan tingkat indeks literasi yang tinggi, umumnya masuk dalam kategori negara maju. Ada korelasi yang tegas antara tingginya kultur literasi dengan kemajuan peradaban sebuah negara. Kesimpulannya adalah jika literasi telah membudaya dalam masyarakat Mabar, maka besar kemungkinan daerah ini menjadi salah satu Kabupaten dengan tingkat kesejahteraan publik yang baik.


Untuk menggapai hal itu, optimalisasi peran dan fungsi perpustakaan menjadi sebuah keniscayaan. Sudah saatnya perpustakaan bukan hanya sebagai pusat sumber informasi tetapi lebih dari itu sebagai tempat mentransformasikan diri sekaligus sebagai pusat sosial budaya dengan memberdayakan dan mendemokratisasi masyarakat dan komunitas lokal,  dalam upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat.  


Masyarakat akan termotivasi untuk terus mengasah keterampilan dan ilmu pengetahuan yang berimplikasi pada kesejahteraan. Singkat cerita, perpustakaan  menjadi salah satu instrumen ideal dalam menggapai visi Indonesia sejahtera.


Kita tidak tahu pasti seperti apa penjabaran konsep layanan perpustakaan berbasis inklusi sosial itu di Mabar ini. Kita tidak sabar lagi untuk melihat dan merasakan efek dari  terobosan baru pihak Dinas Kearsipan dan Perpustakaan Daerah Mabar dalam 'menerjemahkan' pendekatan inklusi sosial untuk konteks Mabar. Pertanyaannya adalah apa upaya konkret pihak Dinas agar layanan perpustakaan betul-betul merangkum, menjangkau, dan memenuhi kebutuhan semua lapisan masyarakat Mabar? Apakah warga di pedalaman Mabar sudah mendapat layanan prima dari pihak Dinas?


Jika kita mengamini bahwa perpustakaan melalui pendekatan inklusi sosial, menjadi sarana untuk mengakselerasi perbaikan mutu kemaslahatan publik, maka semestinya bukan hanya pembangunan infrastruktur jalan dan jembatan yang diperhatikan, tetapi juga 'perpustakaan'. 


Bisa dibayangkan seperti 'wajah masyarakat Mabar' kalau semua Desa memiliki perpustakaan dan literasi sudah 'menyatu' dalam tubuh masyarakat. Yang pasti imajinasi tentang perbaikan mutu kesejahteraan publik, bukan lagi isapan jempol atau mimpi di siang bolong belaka.


Gedung Perpustakaan Daerah sudah 'berdiri anggun' di pusat kota pariwisata super-prioritas ini. Apakah keberadaan 'gedung mewah berlantai dua' yang terletak di Jln. Gang Bank NTT, Kelurahan Wae Kelambu itu, bisa meningkatkan indeks pembangunan literasi di Mabar? Biarkan waktu yang menjawabnya. Akhirnya, selamat dan profisiat kepada Dinas Kearsipan dan Perpustakaan Daerah atas pencapaian ini. Menghadirkan 'gedung perpustakaan yang representatif', merupakan sebuah prestasi yang patut dicatat dengan dawat kencana.




*Penulis adalah warga Mabar. Tinggal di Watu Langkas.