![]() |
Penjajahan Pendidikan (ilustrasi: liputan6) |
Mulai hari ini, 27-Februari 2023 beberapa sekolah SMA dan SMK di NTT secara khusus di Kota Kupang mulai memberlakukan kebijakan masuk sekolah pada pukul 05.00 pagi yang dikeluarkan oleh Pemerintah Provinsi NTT dalam hal ini Gubernur NTT dan Kadis Pendidikan Provinsi NTT.
Kebijakan ini dikeluarkan dengan alasan untuk meningkatkan mutu pendidikan dan oleh Gubernur NTT agar para sisiwa lulusan bisa masuk Perguruan Tinggi ternama dan terbaik di Indonesia seperti UGM bahkan Harvard. Kalau ini menjadi alasan dan diterapkan maka akan menimbulkan masalah pendidikan baru di NTT yaitu proses belajar mengajar pasti terganggu di mana sebagian murid pasti sudah mengantuk dan tidur saat pelajaran dimulai dan sebagian oknum gurupun asal-asalan dalam mengajar.
Dan kalau cuma alasan agar bisa masuk Univeristas ternama dan terbaik di Indonesia seperti UGM bahkan ke luar negeri seperti Havard, bukan soal jam masuk tetapi dipengaruhi oleh banyak faktor. Dan dari banyak faktor penentu itu, soal jam masuk sekolah tidak menjadi penentu kualitas pendidikan.
Fakta menunjukan bahwa banyak orang pintar berasal dari NTT. Penulis buku, ada yang pernah dan sekarang menjadi menteri dalam kabinet pemerintahan Republik Indonesia, pendiri Univeristas, Rektor, politikus, wartawan, lawyer, pengusaha, imam, suster, bruder dan dosen yang tersebar di seluruh Indonesia bahkan dunia. Bahkan yang masih segar dalam ingatan kita bersama adalah anak adik kita Nono yang menjadi juara dunia Matematika.
Orang-orang hebat dan terkenal dari NTT dulu dan sampai sekarang mereka bisa mengharumkan nama Bangsa Indonesia secara khusus NTT bukan karena mereka masuk sekolah jam 5 subuh. Bahwa pada zaman dulu ketika kendaran roda dua dan empat masih minim dan harus berjalan kaki menuju sekolah memaksa mereka untuk bangun lebih awal agar sampai di sekolah tepat waktu. Keterbatasan tidak membuat mereka menyerah tetapi bersemangat untuk mengikuti pendidikan.
Dan kalau hari ini dengan alasan meningkatkan mutu pendidikan di NTT, maka jam masuk sekolah adalah jam lima pagi, sejatinya pemimpin kita sedang menodai semangat perjuangan belajar para pendahulu kita yang mencatatkan nama mereka dalam kancah pendidikan, pemerintahan dan politik bangsa Indonesia. Dengan kata lain kita tidak mau belajar dari spirit pendidikan para pendahulu kita dari NTT.
Membuat kebijakan masuk sekolah jam lima pagi menurut hemat saya bukan langkah yang tepat untuk meningkatkan mutu pendidikan, melainkan sebuah bentuk penjajahan baru dalam dunia pendidikan. Bagaimana tidak. Kita yang biasa bangun jam enam saja, ketika sudah jam 10 atau jam 11 pagi, sudah menguap sana sini, mengantuk dan mulai malas-malasan mengikuti pelajaran. Apalagi sekarang harus bangun sekitar jam empat subuh, maka belum pelajaranpun para terdidik sudah membuat irama nguap yang tak henti. Sudah mengantuk belum lagi ditambah beban pekerjaan rumah atau PR.
Kita harus mengakui bahwa satu hari ada sekitar tuju mata pelajaran yang diajarkan dan dipelajari. Dan dari tuju mata pelajaran itu pasti ada satu sampai tiga mata pelajaran yang ada pekerjaan rumah. Maka menjadi sangat tidak efektif bagi para terdidik untuk belajar dengan baik karena pasti kelelehan. Kelelahan fisik ditambah lagi kelelahan pikiran memikirkan mengerjakan PR.
Di sisi lain bahwa dengan jam masuk yang sangat awal tidak akan menjamin para guru juga akan disiplin dalam mengajar. Jangan sampai dengan jam masuk yang seperti itu justru membuat sebagian guru tidak disiplin, santai dan asal-asalan dalam mengajar. Dengan alasan masih mengantuk, maka bahan pengajaran tinggal diberikan kepada seorang siswa untuk membaca dan dicatat oleh siswa yang lain.
Meningkatkan mutu pendidikan bagi anak-anak tidak hanya tugas sekolah. Tetapi pada tempat pertama dan utama adalah peran orang tua. Ketika orang tua sungguh memperhatikan jam belajar dan jam istirahat anak di rumah maka akan anak-anak mereka akan menjadi siswa-siswi yang cerdas dan kreative. Namun jika tidak, orang tua sibuk selfie, nonton sinetron, minum mabuk maka anak sendiri mengalami kurangnya perhatian dari guru pertama mereka yaitu orang tua.
Maka saya mengusulkan beberapa hal untuk mendukung kualitas pendidikan NTT adalah:
- Bekerjasama dengan orang tua dalam mendampingi dan memberikan perhatian pada pendidikan anak, ketika anak sudah berada di rumah. Ada pertemuan bulanan para orang tua murid atau wali dengan pihak sekolah dan Kadis baik propinsi maupun kabupaten/kota untuk berbagi bersama tentang pendampingan anak belajar di rumah.
- Melatih para guru untuk kreative dalam mengajar. Tidak hanya membaca atau mengutip dari buku pegangan yang ada tetapi ada kretaivitas pengajaran yang membuat para terdidik tetap bersemangat dalam mengikuti pelajaran.
- Wibawa guru. Dengan adanya UU HAM, maka para guru dibatasi untuk tidak melakukan “kekerasan” fisik pada anak. Oleh karena itu ketegasan dan kewibawaan para guru juga perlu diperhatikan termasuk penampilan. Para guru harus bijak dalam membangun relasi dengan para siswa. Boleh akrab tapi tegas pada prinsip.
- Menciptakan lingkungan sekolah yang ramah dan membuat para siswa selalu merindukan untuk segera kembali ke sekolah. Maka kreativitas pengajaran di luar sekolah, misalnya pada jam istirahat ada ruang untuk cerita dan sharing bersama diantara para siswa atau guru dengan para siswa.
- Model pendidikan asrama. Banyak orang NTT yang sukses yang karena melaksanakan pendidikan dengan tinggal di asrama. Dan pendidikan yang besar itu lebih baik membangun asrama di lingkungan sekolah dengan pengawasan yang ketat dan disiplin. Sekolah bisa mengadopsi model asrama para suster, bruder, seminari atau para fratee kekal.
- Jam belajar anak pada malam hari di setiap kelurahan, desa, RT/RW. Di wilayah Adonara ada beberapa desa yang memberlakukan seperti ini dan terbukti efektif. Para hansip bisa digiatkan untuk melakukan penertiban jam belajar anak di rumah. Hal ini juga untuk mengantisipasi bahaya penyalahgunaan miras dan obat-obat terlarang.
Saya tetap memiliki keyakinan bahwa dari beberapa hal ini jika bisa dilakukan maka mutu pendidikan di NTT bisa dicapai. Walau dalam kenyataan harus diakui pula bahwa masyarakat NTT dalam hal ini para siswa adalah orang-orang cerdas hanya saja dalam hal sarana dan prasarana yang minim. Banyak orang NTT juga yang kuliah di UGM dan UI serta univeristas-universitas swasta lain yang terbaik dan berkualitas.
Lebih dari itu saya sangat menyayangkan bahwa tujuan dari pendidikan adalah supaya bisa tembus kuliah di universitas-universitas terbaik di Indonesia maupun luar negeri seperti Harvard. Kalau ini menjadi tujuan pendidikan maka kita sedang membelenggu kreativitas para terdidik. Kita menjadi “penjajah” pendidikan yang memaksa anak untuk belajar dan belajar.
Bagi saya dimanapun para terdidik bersekolah dan kuliah, tujuannya adalah kembali membangun NTT, membangun lapangan pekerjaan dan menjadi orang NTT yang kreative dan berdedikasi termasuk dalam hal moral dan iman.
Mutu sebuah pendidikan itu tidak lahir dari lolosnya para lulusan masuk ke univeristas-universitas ternama, melainkan lahir dari kepedulian anak, orang tua, para guru dan semua pihak pada pendidikan anak dan mampu menjaga nama baik sekolah serta menciptakan kreativitas yang membanggakan dan menginspirasi serta menggerakan orang lain untuk mencintai pendidikan.
Manila: 01-Maret, 2023
Tuan Kopong msf