![]() |
Republik Mati Rasa, Sibuk Bela Negeri Orang Lain! (foto ist.) |
“Dukungan politik Indonesia untuk Palestina sejak zaman Bung Karno hingga hari ini di tengah ramainya suara penolakan terhadap kehadiran timnas U-20 Israel, sudahkah memberikan kemerdekaan absolut bagi Palestina dari “penjajahan” Israel?”
Kenyataannya bahwa konflik Israel vs Palestina masih saja terjadi dan korban di pihak masyarakat sipil masih berjatuhan. Hal mau menegaskan bahwa dukungan politik Indonesia pada Palestina tidak hanya sekedar sebuah kampanye politik mendukung kemerdekaan Palestina melainkan lebih dari itu yaitu aksi politik nyata dari pemerintah misalnya menjadi duta perdamaian Palestina dan Israel, membangun komunikasi intens dengan pihak Israel. Selama komunikasi politik dengan Israel tidak dibuka oleh pemerintah Indonesia maka selama itu pula dukungan bagi Palestina hanya menjadi janji kampanye lima tahunan belaka.
Terlepas dari semuanya itu saya justru heran dan prihatin dengan sikap sebagian ormas, politisi dan gubernur serta Plt. Menpora dan partai politik yang sibuk menolak kehadiran timnas U-20 Israel untuk hadir mengikuti perhelatan piala dunia U-20 di Indonesia dengan mendasarkan diri pada deklarasi Bung Karno dan UUD 45 namun tidak pernah mengevaluasi dukungan politik pada Palestina. “Sejauh mana dukungan itu sudah membuahkan hasil dimana Palestina mendapatkan kemerdekaan yang sepenuhnya?”
Kita terjebak pada euforia politik berbajusirahkan agama, sehingga tidak menyadari bahwa penolakan terhadap timnas U-20 Israel justru berdampak buruk pada Palestina sendiri dimana usaha perdamaian untuk mendapatkan kemerdekaan semakin jauh dari harapan karena sistem balas dendam yang kemudian dilakukan oleh pihak Israel terhadap Palestina sebagai akibat buruk dari sikap sebagian oknum yang menolak kehadiran timnas U-20 Israel. Kita hanya menyuarakan dukungan pada Palestina namun kita tidak pernah berpikir tentang resiko buruk yang diterima oleh Palestina atas sikap penolakan para oknum tersebut terhadap timnas U-20 Israel.
Republik Mati Rasa
Gelombang protes terhadap kehadiran timnas U-20 Israel dalam perhelatan piala dunia U-20 yang dilaksanakan di Indonesia sejatinya sedang memperlihatkan Republik ini sedang mati rasa terhadap persoalan di negeri ini.
Persoalan korupsi yang tak kunjung selesai, intoleransi dan diskriminasi atas nama agama, pembunuhan, perampasan hak atas tanah-tanah adat, pengrusakan lingkungan oleh tangan-tangan rakus pertambangan dan kelapa sawit, perdagangan manusia atau human trafficking, pembunuhan dan penganiayaan tidak pernah mereka suarakan. Padahal negeri kita sendiri sedang dijajah oleh situasi-situasi tak berperikemanusiaan seperti di atas.
Sekian banyak TKI yang disiksa bahkan meninggal dunia di negeri Jiran yang katanya adalah negara sahabat Indonesia, tidak pernah ada suara dan gelombang protes terhadap mereka. Bahkan ketika para pejuang kemanusiaan yang terus melawan praktek human trafficking justru dikriminalisasi dengan berbagai alasan. Mereka membisu dan mati rasa.
Para aktivis lingkungan hidup dan kelompok masyarakat adat yang terus berjuang mempertahankan hak hidup mereka atas tanah, air dan hutan atas kerakusan tangan-tangan serakah bernama investor yang pada gilirannya dikriminalisasi juga, tak ada suara dukungan bahkan dari tokoh agama sekalipun untuk mendukung perjuangan mereka. Semuanya membisu dan mati rasa.
Namun ketika urusan rumah tangga negeri lain bahkan urusan sepak bola yang tidak ada hubungan dengan politik maupun agama, semua merasa berkepentingan untuk menyuarakan dukungan bagi Palestina dan penolakan bagi kehadiran timnas U-20 Israel. Saya justru ragu bahkan tidak yakin bahwa dukungan bagi Palestina adalah murni kemanusiaan dan bukan masalah politik dan agama.
Kalau benar bahwa dukungan itu adalah murni kemanusiaan maka persoalan kemanusiaan di Republik sendiri yang harus diselamatkan terlebih dahulu sebelum menyibukkan diri dengan mengurusi rumah tangga negeri lain.
Lebih baik berbuat sedikit untuk Republik ini namun mencerahkan dan mendamaikan daripada ramai bersuara menolak namun tak membawa dampak perdamaian dan persatuan apapun bagi Republik kita sendiri.
Manila: 26-Maret, 2023
Tuan Kopong msf