Oleh: Sil Joni*
![]() |
Salib Suci-Mu Menebus Dunia (foto ist.) |
Jumat, 3/3/2023. Bagi yang beragama Katolik, pada masa pra-paskah seperti sekarang ini, hari Jumat, punya kenangan khusus. Pasalnya, setiap hari Jumat, sebelum Hari Raya Paskah tiba, kita melaksanakan dan mengikuti ritual 'Jalan Salib' dengan khusuk.
Ibadat itu, bisa dibuat di dalam gedung gereja, tetapi dapat juga dilaksanakan di alam terbuka. Komunitas SMK Stella Maris, sesuai dengan keadaan, lebih memilih menyelenggarakan upacara 'Jalan Salib' di beranda sekolah.
Sebelum ritus itu digelar, pelbagai persiapan dilakukan secara serius. Yang paling utama adalah menata 'lapangan serba guna' SMK Stella Maris menjadi 'miniatur' rute jalan penderitaan yang dilewati oleh Sang Penebus kala itu.
14 kursi kayu berwarna kuning, ditempatkan pada 14 titik dengan jarak yang hampir sama, mengelilingi lapangan berukuran 29 x 51 meter itu. Pada bagian badan kursi, dipasang gambar sesuai dengan 'tema' pada setiap titik perhentian (stasi). Gambar-gambar itu, tentu saja sangat 'membantu' umat untuk merasakan dan menangkap hikmah di balik kisah sengsara itu.
Sementara itu, kelompok paduan suara 'sedang berlatih' di bawah salah satu pohon rindang. Lagu-lagu yang biasa dinyanyikan dalam upacara liturgi 'Jalan Salib', didendangkan dengan baik. Sekilas, kita menangkap kesan bahwa mereka 'sangat siapa' untuk mengiringi dan menambah khusuk ibadat kali ini.
Jarum jam menunjukkan pukul 11.30. Sinar mentari siang begitu menyengat. Segenap warga Stella Maris segera berkumpul di lapangan upacara. Meski udara terasa panas, tetapi kami 'tidak mengeluh' apalagi 'mengalah'. Justru tubuh yang berpeluh itu, menyuntikkan semangat baru bagi kami untuk mengambil bagian dalam penderitaan Kristus.
Untuk melindungi rambut dan kulit dari serangan 'sinar ultraviolet', beberapa kreativitas coba diperagakan. Ada yang memakai payung. Ada juga yang mengenakan topi. Tetapi, yang paling berkesan adalah ada yang memakai jacket untuk membungkus kepala dan wajah mereka. Sementara itu, beberapa siswa menggunakan buku atau kertas untuk 'menadah' sinar mentari yang semakin panas itu.
Keringat boleh saja membasahi sekujur tubuh, kulit mungkin mulai kemerah-merahan atau terbakar, dan radiasi gelombang elektromagnetik dalam sinar ultraviolet, terus beraksi, peserta upacara tak gentar dan mundur. Mereka terus bertahan dalam 'kepungan' sinar surya itu.
Stasi (titik perhentian) demi stasi dilewati dengan baik. Tidak ada hambatan yang berarti. Bahkan pada titik perhentian ke-12, di mana seluruh umat diminta untuk berlutut, mereka tetap bertahan. Dengan penuh kesabaran mereka berlutut di lapangan yang berlantai 'semen kasar' itu. Sekali lagi, mereka tidak menyerah.
Tak terasa, ritual itu memasuki perhentian terakhir (ke-14), "Yesus Dimamkan". Lunas sudah 'utang derita' kita untuk Jumat pada Minggu kedua masa puasa ini. Kita yakin bahwa 'dengan salib suci itu, Sang Kristus menebus dosa dunia. Jalan salib adalah 'jalan hidup kita' agar bisa bangkit dan selamat di akhirat. Siapa yang setia memanggul salib hidupnya' sampai di perhentian terakhir, pasti menuai bahagia.
Untuk diketahui bahwa devosi Jalan Salib menjadi penting bagi iman Kristiani karena melalui devosi ini, umat diingatkan akan peristiwa Yesus menebus dosa manusia. Jalan Salib menjadi penguat iman akan inkarnasi Sabda menjelma menjadi manusia.
Namun, kita tidak melupakan bahwa dalam diri Yesus ada dua kodrat yaitu kodrat insani dan ilahi. Dalam peristiwa Salib, Yesus membuktikan ketaatan-Nya kepada Allah Bapa. Dalam devosi Jalan Salib juga, kita diingatkan tentang kejahatan manusia akibat tipu daya iblis. Kita belajar mempertahankan iman sampai akhir hayat meski jalan beriman itu penuh penderitaan.
Kendati demikian, di sini juga orang beriman memiliki harapan. Bahwa kebenaran membuat seseorang menanggung penderitaan, namun jika diteruskan sampai selesai akan membawa orang pada kebangkitan, hidup baru bersama Allah sesudah kematian. Artinya, kita tidak bermegah diri hanya karena merasa diri benar. Tetapi, justru dalam perasaan itu, kita dituntut untuk berkurban demi kebahagiaan orang lain
Yesus memperlihatkan bahwa Dia sendiri meski tidak bersalah, namun dipersalahkan oleh pengadilan yang tidak adil. Ketika pengadilan tidak membela orang benar, Tuhan tetap dapat berkarya di dalam diri orang benar sehingga kebenaran tetap bersinar meski di awal kisah ditutup mendung penderitaan.
Karena itu, jangan pernah 'menghindar' dari jalan salib hidup kita masing-masing. Dalam dan melalui jalan itu, kita bisa tiba di terminal yang dijanjikan Yesus sendiri. Jangan meradang hanya karena terpanggang sinar mentari siang. Sebaliknya, mari berdendang sebab 'di seberang jalan penderitaan' itu, kegembiraan akan berkumandang dengan lantang.
*Penulis adalah warga Mabar. Tinggal di Watu Langkas.